Assalamu'alaikum,
Jumpa lagi di tulisan versi serius :)
Jumpa lagi di tulisan versi serius :)
Kemarin, hari Sabtu, 29 Oktober 2016, aku ikutan konferensi Temu Pendidik Nusantara (TPN) 2016. Aku ambil kelas kreativitas: Bermain, Cara Belajar Terbaik Untuk Anak Usia Dini, aku pilih yang diadain di Sekolah Cikal hahaha, sekolah tempat aku ngajar tapi lagi cuti. Sebenernya TPN ini diadain di beberapa tempat dan ada puluhan kelas (dengan tema berbeda-beda tentunya) yang bisa dipilih, seru banget kan. Oh iya karena aku dari Sekolah Cikal dan penggagasnya adalah Kampus Guru Cikal jadilah gratis pas ikutan, alhamdulillah seneng banget... Aku selalu tertarik ikut konferensi, seminar, atau sejenisnya. Jika ditanya kenapa? Ya, aku suka aja ketemu sama banyak orang, dapet temen-temen baru yang unik-unik, ngobrol dan dapet ilmu baru, wawasan bertambah, dan masih banyak alasan lainnya...
Baiklah kita mulai saja memaparkan rangkuman konferensinya :)
Dibuka oleh Mba Rifa yang merupakan aktivis komunitas Ayo Main. Komunitas ini muncul akibat masalah yang timbul di masyarakat perkotaaan, diantaranya adalah ketika anak-anak di kota tidak punya tempat utuk bermain (situasinya tidak kondusif untuk bermain). Oleh karena itu, komunitas ini dibentuk agar dapat mewadahi keluarga untuk bermain. Mba Rifa bilang tidak bisa dipungkiri bahwa
Ini posternya :) |
Dibuka oleh Mba Rifa yang merupakan aktivis komunitas Ayo Main. Komunitas ini muncul akibat masalah yang timbul di masyarakat perkotaaan, diantaranya adalah ketika anak-anak di kota tidak punya tempat utuk bermain (situasinya tidak kondusif untuk bermain). Oleh karena itu, komunitas ini dibentuk agar dapat mewadahi keluarga untuk bermain. Mba Rifa bilang tidak bisa dipungkiri bahwa
"Bermain itu adalah fitrahnya anak-anak"
Dalam islam sendiri juga ada tahapan-tahapan bagi anak, saat anak berusia 0-7 tahun, dikatakan bahwa anak itu adalah raja. Artinya apa, anak diberikan kebebasan untuk bermain, termasuk di dalamnya mengeksplorasi, memenuhi rasa keingintahuannya yang tinggi, mencoba hal-hal baru, dan lain sebagainya.
Salah satu program yang diadakan @Ayomain adalah
1. Main Sama Ayah (aaah so sweet)
Program ini tercetus karena isu sosial yang berkembang di masyarakat, yaitu krisis keterlibatan ayah. Mungkin krn sistem pemerintahan saat ini yang menyebabkan orangtua lebih menghabiskan banyak waktu di luar rumah sehingga setelah sampai rumah orangtua sudah lelah dan sekarang itu bapak-bapak terlihat kaku kalau bermain sama anaknya.
Pendapat aku: Mungkin aku kurang sependapat dengan pernyataan bahwa bisa jadi karena sistem pemerintahan karena menurut aku semua itu tergantung niat masing-masing individu, misal: seorang bapak, jika memang niat dan mau, ia akan meluangkan waktu untuk anaknya, ada banyak cara, misalnya mengambil pekerjaan yang lebih fleksibel waktunya.
Setelah dibuka oleh Mba Rifa dari @Ayomain, ada 2 pembicara yang diundang, yaitu Ka Belinda dan Chiki Fauzi. Ka Belinda ini merupakan psikolog anak yang juga mengambil kursus singkat di Amerika mengenai Theraplay dan supaya bisa memegang lisensinya, ia harus mengadakan seminar yang terkait dengan hal tersebut. Kalau pembicara kedua, pasti sudah banyak yang kenal ya.. Chiki Fauzi ini adalah anaknya Pak Ikang Fauzi dan Ibu Marissa Haque, ia merupakan seniman dan juga relawan pendidikan.
Sebelum masuk ke pembicara pertama, semua yang ada di kelas itu diajak nonton film bagus banget, judulnya " The Beginning of Life"
Coba aku ceritain isi dan nanti akan ada tambahan pendapat akunya ya (caelah, ini ceritanya latihan menganalisis, tapi bisa jadi dihiasi komentar berdasarkan perasaan, hahahhaa...)
Awalnya, ditampilkan bagaimana perjuangan ibu melahirkan bayi... Di film ini, bagusnya banyak pendapat dari ibu, ayah, dan akademisi. Ada ibu yang berkomentar bahwa seorang anak yang baru ia lahirkan itu, makhluk kecil itu, membuatnya jatuh cinta dan sayang bahkan tiba-tiba bisa mengalahkan rasa sayangnya kepada orangtua. Sang ibu rela menjadi pelindung anaknya dan akan melakukan yang terbaik untuk anaknya (ini terharu banget sih pas nonton). Jadi sadar sih sebenernya cinta yang ibu punya ke anaknya tuh lebih besar dari sekedar yang ibu perlihatkan... Maksud aku, kita tuh g bisa ngebayangin cinta ibu yang begitu besar dari semua kasih sayang ibu yang ditunjukin ke kita karena jauh lebih lebih besar lagi kasih sayangnya, yang mungkin g akan kebayang dari sisi kita sebagai anak.
Masuk ke tayangan anak-anak dengan segala rasa keingintahuannya, dengan keterampilan mengeksplorasinya yang luar biasa. Ada profesor yang bilang (g sempet nyatet nama dan dari Universitas mananya),
"Baby is The Best Learn Machine in The World"
"The Best Learner and The Best Scientist"
Dikatakan juga bahwa bayi itu bukan kertas kosong. Setau aku memang ada teori tabula rasa yang menyatakan bahwa bayi yang baru lahir itu seperti kertas kosong, orang dewasa dan lingkunganlah yang akan mengisinya.
Pendapat aku: aku sangat yakin bahwa bayi itu saat lahir ke dunia sudah diberkahi sesuatu apalah itu namanya, di dalam dirinya dan itu aku percaya sebagai pemberian Allah. Jadi, bukan kertas yang kosong kalau mau diistilahkan, tapi memang aku setuju bahwa bagaimana bayi itu berkembang akan sangat dipengaruhi oleh stimulasi dari orang dewasa di sekitarnya. Aku juga tiba-tiba jadi inget teori Chomsky dan para linguis, ada dua pendapat juga mengenai bahasa, ada yang bilang bahasa pada anak itu ada karena kosa kata yang ia peroleh dari sekitarnya tapi ada juga pendapat yang mengatakan bahwa di dalam otak manusia itu sebenernya ada semacam bank untuk menyimpan data dan itu termasuk bahasa, jadi sebelum anak memperolehnya dari luar anak sudah mempunyai itu, Lagi-lagi aku setuju bahwa memang otak manusia itu ya karunia Allah, ada hal yang g akan pernah ketebak manusia meski dia ilmuwan sekali pun. Allah Maha Besar.
Nah, lanjut ke kata-kata menarik dari profesor yang ada di film itu ya. Ini aku terjemahkan ke bahasa Indonesianya aja ya, semoga g salah, in syaa Allah ngga soalnya ada subtitle bahasa Indonesianya pas nonton, hehehe...
"Anak dengan Rasa Kepercayaan Diri yang Tinggi akan Berani Mengambil Resiko"
Terus ditampilkan bagaimana anak bermain, ia akan mencoba menaiki tangga-tangga besi dan bergelantungan.
Lanjut ke bagian otak, Prof. Shnokoff dari Harvard University mengatakan,
"Setiap Detiknya Anak Menyambung Neuron di Otaknya"
Nah ini, pembicara pertama akan membahas lebih lanjut megenai hal ini, Ka Belinda bilang bahwa untuk menyambung neuron-neuron yang ada di otak itu, perlu adanya stimulasi karena jika tidak, bisa hilang.
Prof. Chuhna (dari Uni mananya lupa), bilang,
"Kaisih Sayang Mengikat Neutron-neutron di Otak"
Pendapat aku: sebagai orang awam (hihihii...), make sense sih buat kau. Pendapat aku, segala sesuatu yang positif itu bisa menambah neutron-neutron di otak. Kasih sayang kan salah satu bentuk penyaluran energi positif kan jadi ya sangat mungkin dapat mengikat neutron-neutron yang ada di otak kita.
Kemudian, masuk ke tayangan peran serta ayah di dalam merawat anak. Pendapat aku sih tanyangannya so sweet banget, selalu kagum sih sama laki-laki yang bisa main sama anak-anak.
Prof. Hekman dari University of Chicago bilang,
"Jika Ayah Membantu, Ibu Akan Mudah Melalui Masa Menyusui"
Pendapat aku: Ya iyalah, bayangin ya, udah abis melahirkan belum hilang rasa sakitnya terus ke part menyusui dimana yang aku denger-denger dari temen2 aku sih, part ini itu butuh perjuangan banget, bisa g tidur krn harus menyusui bayi tengah malem, terus area menyusuinya berdarah atau gompal karena kegigit bayinya (aku bicara fakta lho ya bukan bicara tabu). Terus ya bener banget, setidaknya suami itu ikut membantu istrinya dengan cara gantiin popok, gendong bayi sampe dia tidur, dll, biar istrinya istirahat sebentar.
Di film, disebutin, negara maju seperti Finlandia, Denmark, dan Swedia, negara tersebut mendukung ibu dan ayah untuk merawat anak, makanya ada cuti g hanya buat ibu tapi buat ayah juga... So sweet banget sih, nah gini dong ngurus anaknya bareng-bareng... :") Di Denmark, cuti seorang ibu itu 1 TAHUN lho :))
Di film ini, ada perjalanan menarik dari seorang ibu yang bekerja kemudian ia cuti melahirkan dan bosnya memintanya segera kembali bekerja. Sang ibu memilih merawat anaknya di rumah, terus orang-orang beranggapan dia g melakukan apa-apa makanya orangtuanya memintanya bekerja dan dia bilang "saya di rumah itu mengurus anak, dibilang g melakukan apa-apa, memangnya mengurus anak itu pekerjaan mudah". Sebagian orang berkomentar ketika bekerja kamu kan masih bisa mengurus anak, yang terpenting adalah kualitas. Bagi ibu tadi bukan hanya kualitas yang terpenting dalam membesarkan anak tapi juga kuntitas. Ibu tadi juga mengembalikan perkataan kepada bosnya, apabila yang terpenting adalah kualitas, bisakan ia hanya bekerja 10 menit saja per hari dengan kualitas yang sangat baik.
Pendapat aku : Setuju banget, dalam mengurus anak itu bukan hanya kualitas aja yang penting tapi juga kuantitas... Seberapa banyak waktu yang bisa kita luangkan sebagai orangtua untuk anak kita. Ini pemikiran orang-orang maju sih menurut aku, yang mengerti bagaimana mengurus anak itu penting banget (mengurus dalam artian juga bermain sama anak, menstimulasi anak dll). Jauh sebelum orang-orang sadar akan hal ini, Allah itu sudah memberi tahu, islam itu indah banget, jihad seorang wanita adalah di rumah, menjadi madrasah bagi anak-anaknya, taat pada suami, itu jihad. Islam tidak melarang wanita bekerja tapi jihadnya seorang wanita ya di rumahnya. Aku merasa lebih terbuka sih pikirannya karena dulu itu aku orang yang kekeh banget mau kerja tapi makin banyak belajar makin tahu, jika aku dapat membagi waktu mungkin g masalah. Yang jadi masalah adalah ketika bisa-bisanya lebih mementingkan pekerjaan daripada anak sendiri di rumah. Aku tidak sedang menganggap ibu bekerja itu tidak baik ya, mama aku pun seorang wanita karir. Aku menghargai keputusan seorang ibu, yang memilih di rumah atau pun bekerja.
Lanjut, ditampilkan tayangan ayah yang sedang main sama anaknya, cara ayah main sama anak itu beda sama ketika seorang ibu yang main dengan anaknya. Contoh di tayangan, ayahnya bisa aja megang kaki anaknya dan buat kepala anaknya di bawah, main koprol ke belakang juga hahaha... Di film dibilangin bahwa,
"Justru Cara Ayah yang Berbeda dalam Merawat Anak itu Yang Dibutuhkan"
Pendapat aku: setuju banget, aku jadi inget pelajaran yang aku dapetin di perkuliahan. Dosen aku menjelaskan bahwa memang ada hal-hal yang hanya dapat dipelajari dari ayah (seorang laki-laki). Saat belajar naik sepeda, kalau belajarnya sama ibu, namanya wanita itu khawatiran, takut anaknya jatuh, g tegaan. Nah kata dosen aku makanya ketika belajar sepeda itu paling sesuai jika ayah yang mengajarkan, ayah bisa tuh yang namanya dari megangi jok sepeda anak untuk dituntun sampe akhirnya saat anak asyik menggowes eh di lepas gitu aja..
Masuk ke pembahasan bermain, bagaimana sih sebenarnya anak bermain itu, sebagian orang dewasa berpikir bahwa ketika anak bermain selalu dikaitkan dengan alat permainan edukatif (yg tidak jarang harganya mahal), sebenaranya kata salah satu praktisi pendidikan di film itu,
"Bagi Anak Mengubah Benda Menjadi Mainan Itu Lebih Menarik Dari Diberikan Alat-alat Edukatif (yg sudah jadi)"
Bermain itu tidak selalu harus memakai alat permainan edukatif kok, gunakan saja benda di sekitar kita, misal ada kardus bekas, bisa dibuat jadi rumah-rumahan, bisa cat bareng anak-anak atau kumpulkan dau di halaman untuk ditempelkan di rumah-rumahan tersebut.
Masuk ke tayangan aanak yang tumbuh pada keluarga prasejahtera, yang tidurnya di bangunan g permanen, yang kalau hujan bocor (sedih dan miris liatnya :().
Ada penelitian yang menyatakan bahwa,
"Perbedaan Perkembangan Bahasa Anak Usia 4 Tahun pada Keluarga Prasejahtera dan Keluarga Profesional Bisa Memiliki Selisih 30 Juta Kosa Kata"
Komentar aku: tercengang sih... Sedih...
Di film disebutkan juga bahwa anak-anak yang hidup di lingkungan sulit dapat mengalami gangguan mental.
Dikatakan oleh salah seorang akademisi di film tersebut,
"Anak-anak tidak dibesarkan oleh pemerintah melainkan oleh orang-orang. Kita tidak bisa membantu anak-anak jika kita tidak bisa membantu orang dewasa terlebih dahulu karena anak-anak dibesarkan oleh orang-orang di sekitarnya"
Pendapat aku: setuju sih, itu juga sebabnya kali ya ada dosen aku yang selalu pro untuk kasih intervensi itu ke orang dewasa bukan ke anaknya langsung, karena kalau hanya ke anak tapi orang tua (dimana ortu itu adalah orang dewasa di sekitar anak) g akan optimal intervesinya.
Selesai juga bahas filmnya, bagaimana saat aku kasih komentar di kelas tersebut, aku bahas di judul blog yang sama tapi PART 2 ya.
Masuklah ke pembicara pertama, yaitu Ka Belinda.
Kali ini, pembahasan Ka Belinda lebih akademis dan teoritis disertai pembahasan jurnal dan penelitian yang ada.
Apa itu Bermain?
Dikatakan bermanin, jika
--> Adanya motivasi interinsik : sumbernya berasal dari diri sendiri
--> Menimbulkan kesenangan
--> Bebas memilih
--> Terlibat di dalamnya (contoh: saat memilih warna pada kegiatan mewarnai)
--> Non literal, "just for fun"
"Play is The Business of Early Childhood" (Papalia, Olds & Feldman, 2005)
Kaitannya dengan neuroscience...
Dengan bermain, neuron-neuron di dalam otak itu akan tersambung karena dengan bermain banyak hal yang distimulasi. Pengalaman bermain mengubah koneksi antar neuron.
Manfaat Bermain...
--> Dalam bermain itu, anak belajar memecahkan masalah contohnya saat bermain lego, ia tau dengan cara bagaimana agar lego tersebut dapat disusun. Saat bermain puzzle, ia harus mampu memanipulasi jari-jemarinya agar susunannya tepat.
--> Bermain dapat membentu otak yang prososial
-->Bermain dapat meningkatkan kelekatan orangtua dengan anak. Dampak dari tidak adanya kelekatan ini adalah anak dapat tumbuh menajdi anak yang pendiam dan tidak terbuka karena tidak merasa nyaman dengan orangtuanya atau malah anak dapat menjadi berani melawan orangtuanya.
--> Bermain dapat meningkatkan kemampuan meregulasi diri. Regulasi diri yaitu mengontrol emosi di dalam diri.
Pada intinya, bermain itu sangat penting sekali bagi anak karena banyak sekali manfaat dari bermain seperti yang sudah disebutkan di atas.
Pembicara kedua adalah Chiki Fauzi, ia berbagi cerita mengenai bagaimana pengalamannya sebagai seniman dan relawan yang dikaitkan dengan dunia anak.
Chiki sempet cerita juga tentang keluarganya yang menurut aku menarik, jadi di rumahnya, ibunya menerapkan aturan yang cukup ketat tapi sang ayah dapat mengemasnya menjadi suatu yang fun bisa dalam bentuk permainan juga. Misal, saat beres-beres, sang ayah setel lagu rock, nanti kalau lagunya habis, ganti beres-beres ke ruang berikutnya.
Waktu mengajar anak pulau, Chiki biasanya bawa gitar dan bernyanyi... Salah satu cara bermain yang ia lakukan adalah dengan mengajak anak-anak menyanyikan lagu, lagu yang biasanya nadanya sudah dikenal anak-anak bisa diubah liriknya, misal mau mengingatkan pentingnya cuci tangan ya tinggal diubah liriknya... Pokoknya bagaimana menggunakan kreativitas untuk mengemas bermain secara menyenangkan... :)
Kegiatan selanjutnya, yaitu nonton anak-anak simulasi bermain... hihihihi anak-anaknya lucu-lucu bangeet,,,
Sekian dulu ulasannya...
Hari tersebut luar biasa sekali pokonya, otak kaya dapet banyak ilmu luar biasaaa... Pengalaman aku sama orang yang aku temui gimana, kita nantikan PART 2 nya ya...
Semoga bermanfaat :))
No comments:
Post a Comment